Jumat, 07 September 2012

Perubahan Sosial, Modernisasi tahap perkebangan Rostow


Yulia Astuti
I34100057, Tugas I Perubahan Sosial.
Departemen sains komunikasi dan pengembangan masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia , Institut Pertanian Bogor


Teori Modernisasi, oleh Ikhsan Rosyid, Universitas Airlangga.
Salah satu teori yang muncul dalam menjawab perubahan sosial masyarakat menuju modern kemudian dikenal dengan teori modernisasi. Teori ini mendasarkan pada konsep evolusionisme. Secara historis makna modernitas mengacu pada transformasi sosial, politik, ekonomi, kultural, dan mental yang terjadi di Barat sejak abad ke 16 dan mencapai puncaknya pada abad 19 dan 20 (Sztomka, 2008:149). Maka kemudian teori ini lebih pada menunjukkan tahap-tahap perubahan masyarakat pada arah tertentu yang kemudian dianggap mencerminkan manusia modern.
Teori evolusi dan teori fungsionalisme banyak mempengaruhi pemikiran tentang modernisasi sebagai faktor yang mewujudkan realitas perubahan. Dari sudut pandang ini,perkembangan masyarakat terjadi melalui proses peralihan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Teori evolusi memandang perubahab bergerak secara linear dari masyarakat primitif menuju masyarakat maju. Dan bergerak perubahan itu mempunyai tujuan akhir. Sedangkan teori fungsionalisme, memandang masyarakat sebagai sebuah sistem yang selalu berada dalam keseimbangan dinamis. Perubahan yang terjadi dalam unsur sistem itu akan diikuti oleh unsur sistem lainnya dan membentuk keseimbangan baru.
Dalam teori modernisasi klasik masih berasumsi bahwa negara Dunia ketiga merupakan negara terbelakang dengan masyarakat tradisoonalnya. Sementara negara-negara Barat (Eropa dan Amerika Serikat) dilihat sebagai negara modern. Sehingga gejala dan kondisi yang terjadi dalam masyarakat diukur menurut pandangan Barat dalam menentukan tingkat modernitas. Sehingga tidak salah kalau Gramsci mengetakan telah terjadi hegemoni budaya terhadap negara Dunia ketiga. Masyarakat kemudian lebih banyak mengadaptasi nilai-nilai gaya hidup Barat sebagai identitas modern sehingga kecenderungan dilihat sebagai westernisasi.
Menurut Chuanqi dalam artikel The Civilization and Modernization yang dipresentasikan diWorld Congress of International Institute of Sociology Social Change in the Age of  Globalizationmengatakan bahwa teori modern klasik pada periode 1950-1960-an dipelopori oleh munculnya buku-buku seperti The Passing of Traditional Society: Modernizing the Middle East(Lerner 1958), Politics of Modernization (Apter 1965), Modernization: Protest and Change(Eisenstadt 1966), Modernization: The Dynamics of Growth (Weiner 1966), Modernization and the Structure of Society (Levy 1966), The Dynamics of Modernization (Black 1966), The Stages of Economic Growth (Rostow 1960), Political Order in Changing Society ( Huntington 1968), dan lain-lain. Paling tidak pengertian umum tentang modernisasi adalah proses sejarah pada pada transformasi perubahan besar-besaran dari pertanian tradisional ke masyarakat industri modern sejak masa revolusi industri abad XVIII. Proses modernisasi berlangsung revolusioner, komplek, sistematik, global, jangka panjang dan progresiv. Sehingga akan menghasilkan kristalisasi dan difusi modernitas klasik.
Penganut modernisasi klasik memandang perkembangan masyarakat akan menuju pada suatu tata kehidupan masyarakat modern. Smelser, melihat fungsi kelembagaan modern lebih kompleks dari pada kelembagaan tradisional. Dalam perkembangan ekonomi menurut Rostow, masyarakat modern berada dalam tahap komsumsi tinggi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sedangkan masyarakat tradisional mengalami hanya sedikit perubahan baik dibidang ekonomi maupun social budaya.
Teori Modernisasi Rostow ini merupakan teori pertumbuhan tahapan linier (linier stage of growth  models). Dimana pembangunan dikaitkan dengan perubahan dari masyarakat agraris dengan budaya tradisional ke masyarakat rasional, industrial, dan berfokus pada ekonomi pelayanan.  pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh peningkatan secara kuantitas dan kualitas dari faktor produksi dalam sebuah negara yang meliputi tanah, tenaga kerja, modal, dan pengusaha.
Menurutnya terdapat 5 tahapan masyarakat menuju masyarakat modern. Tahap pertama yakni masyarakat tradisional yang mendasarkan pada pertanian, belum banyak menguasai ilmu pengetahuan, adanya kepercayaan terhadap kekuatan yang menguasai manusia, masyarakat cenderung statis dan produksi digunakan untuk konsumsi bukan investasi. Tahap kedua, Prakondisi u/ Lepas Landas dimana campur tangan dari luar telah merubah masyarakat tradisional sehingga muncul ide pembaharuan, ada usaha-usaha untuk meningkatkan tabungan masyarakat.
Tahap ketiga, Lepas Landas dimana mulai hilangnya hambatan proses pertumbuhan ekonomi, tabungan dan investasi meningkat, pertanian menjadi usaha komersial untuk mencari keuntungan bukan untuk konsumsi, industri baru berkembang pesat, dimana keuntungan ditanamkan kembali pad apabrik baru. Tahap keempat, Bergerak ke Kedewasaan yang mana teknologi mulai diadopsi secara meluas, negara memantapkan posisinya dalam perekonomian global dimana barang yangtadinya import kemudian diproduksi sendiri, serta peningkatan tabungan dan investasi. Sedangkan tahap terakhirkelima, Konsumsi Massal yg Tinggi, pada tahap ini konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan pokok untuk hidup tetapi meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi, perubahan orientasi produksi dari kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang konsumsi tahan lama, surplus ekonomi tidak lagi digunakan untuk investasi tetapi digunakan untuk kesejahteraan sosial, dan pembangunan sudah berkesinambungan.
Beberapa ahli meneruskan kajian modernisasi klasik dengan mengamati perkembangan di tingkat masyarakat. David Mc.Clelland dalam bukunya The Achieving Society (1961), menggunakan pendekatan psikologi. Bagi dia, kemajuan di bidang ekonomi dipengaruhi tingkat kebutuhan berprestasi. Masyarakat modern di barat memiliki tingkat kebutuhan berprestasi yang tinggi. Teori ini sering disebut sebagai teori N-ach (need for achievement). Bahwa keingian atau kebutuhan berprestasi bukan sekedar untuk mendapatkan imbalan tetapi juga kepuasan. Pada tingkat makro pertumbuhan ekonomi yang tinggi didahului oleh n-ach yang tinggi.
Pendapat Inkeles menyatakan manusia modern tidak memperlihatkan gejala ketegangan atau penyakit psikologis akibat modernisasi, bahkan menunjukkan pola yang stabil. Menurut Alex Inkeles dalam bukunya becoming modern  menyatakan bahwa manusia modern paling tidak memiliki ciri-ciri: sikap membuka diri pada hal-hal yang baru; tidak terikat terhadap ikatan-ikatan institusi maupun penguasa tradisional; percaya pada ilmu pengetahuan; menghargai ketepatan waktu; dan melakukan segala sesuatu secara terencana.
Selanjutnya ahli sosiologi Max Weber juga ikut memperkaya kajian modernisasi melalui studinya tentang pengaruh ajaran agama terhadap kemajuan ekonomi. Bagi Weber nilai agama (etika) Protestan di barat telah menumbuhkan dorongan pada manusia untuk bekerja keras sebagai suatu tugas suci untuk mencapai kesejahteraan hidup.  Dalam Buku:The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1996) Webe Weber menjjelaskan bahwa adanya kemajuan ekonomi yang pesat pada beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat dibawah sistem kapitalisme. Semangat kapitalisme dikarakterisasikan sebagai gagasan bahwa adanya akuisisi terhadap kemakmuran sebagai akhir pencapaian. Man is dominated by the making of money, by the acquisition of wealthas the ultimate purpose of his life. (halaman 53).  Semangat kapitalisme kemudian diterjemahkan sebagai perlakuan etos kerja pada suatu masa dan melampaui sejarah manusia yang disbeut tradisionalisme. A man does not ‘by nature’ wish to earn more and more money, but simply to live as he is accustomed to live and to earn as much as is necessary for that purpose (halaman 60). Makanya dari situ diperlukan suatu usaha untuk lebih mendapatkan uang. Sebagai hasil analisisnya adalah adanya etika Protestan. Dimana menjadi anggapan umum bahwa keberhasilan kerja di duni akan menentukan seseorang masuk surga atau neraka. Berdasarkan kepercayaan tersebut kemudian mereka bekerja keras utuk menghilangkan kecemasan. Sikap inilah yang diberi nama etika protestan. Konsep ini kemudian menjadi konsep umum yang tidak dihubungkanlagi dengan agama. Kajian Weber kemudian dikembangkan oleh Bellah pada masyarakat Jepang. Etika Samurai yang tercermin dalam nilai-nilai agama Tokugawa resisten dalam perkembangan ekonomi industri modern di Jepang.
Perubahan social dalam pandangan modernisasi klasik, menitikberatkan kemajuan masyarakat modern terbentuk melalui suatu proses yang sama. Pandangan ini ditinjau kembali oleh para penganut modernisasi aliran baru. Wong, misalnya menyatakan, kemajuan ekonomi di Hongkong digerakkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki sistem organisasi tradisional yang bersifat nepotis, paternalistic dan kekeluargaan. Kasus Indonesia yang diamati Dove, memperlihatkan bahwa budaya local mengalami perubahan yang dinamis dalam dirinya. Sedangkan, Davis menilai ekonomi kapitalisme di Jepang tumbuh oleh terbentuknya rasionalisasi agama dan moral dalam lingkar barikade budaya. Dari sudut pandang politik, Huntington menyatakan budaya atau agama mempunyai korelasi yang tinggi dengan demokrasi.
Aliran baru teori modernisasi tersebut mengandung pemikiran bahwa nilai tradisional dapat berubah oleh karena dalam dirinya mengalami proses perubahan yang digerakkan oleh perkembangan berbagai factor kondisi setempat misalnya, factor pertumbuhan penduduk, teknik, apresiasi nilai budaya.

Dari artikel diatas, terdapat salah satu tokoh yang disebutkan sebagai pencetus salah satu teori perubahan social yaitu modernisasi, yaitu Rostow. Dalam teori tersebut dikembangkan beberapa tahapan pertumbuhan yang sering disebut rostow’s growth theory. Teori tersebut menjelaskan bahwa modernisasi merupakan proses yang memiliki tahapan. Dimana masyarakat akan berkembang dari masyarakat tradisional dan akan berakhir pada tahap masyarakat konsumsi tinggi. Apabila kita analisis lebih dalam mengenai teori ini, kita akan mengetahui tahapan – tahapan perubahan social yang berdasarkan pada tahapan pertumbuhan pada suatu masyarakat, sudah sampai mana masyarakat tersebut berada, di stage yang mana dan dalam yang kondisi seperti apa.
Kegunaan teori Rostow :
A.      Menganalisis perkembangan masyarakat
Teori ini berguna dalam menganalisis keadaan suatu masyarakat, sejauh mana masyarakat atau Negara tersebut mengalami perubahan social berupa modernisasi. Misalkan untuk Indonesia sendiri, pada umumnya masih pada tahapan awal yaitu traditional society. Sistem pertanian masih menggunakan cara cara yang tradisional, tidak efisien, dan masih bergerak di sector primer. Mobilitas social dan vertical rendah sehingga berdampak negative pada stabilitas social. Dalam hal ini Indonesia memang sulit untuk bergerak ke tahapan selanjutnya, perubahan social yang terjadi pun belum mencapai pada the whole aspect  pada seluruh tatanan, baik dalam sistem pemerintahan, mobilitas social, hingga kesejahteraan masyarakat. Dalam mencapai proses selanjutnya, Indonesia perlu meningkatkan produktivitas dan memperbaiki sistem kebijakan agar berdampak pada perubahan secara keseluruhan.
                Sedangkan beberapa Negara lain seperti Malaysia, Singapore, Korea Selatan, dan beberapa Negara lain yang sudah mencapai tahapan pre-condions to take off, atau bahkan sudah mencapai kondisi take off seperti korea selatan yang sudah memiliki indutri terpimpin yaitu industry music dan model yang dapat menopang lebih dari 70% pendapatan perkapitanya. Sedangkan beberapa Negara lain dapat disimpulkan pre-conditons to take off karena dilihat dari produktivitasnya yang meningkat, serta penggunaan teknologi yang sangat bermanfaat sehingga dapat berdampak pada mobiliitas social individu yang baru dimulai dini.
B.      Memberikan gambaran target dalam perubahan social terencana
Apabila Indonesia masih mencapai tahapan traditional society, maka tahapan Rostow ini akan sangat bermanfaat dalam memberikan arahan kepada sistem pemerintahan untuk memberikan kebijakan yang sesuai untuk mencapai ke tahapan selanjutnya. Karena di tahapan selanjutnya sudah menggunakan dan memanfaatkan teknologi yang baik, maka penggunaan teknologi harus diterapkan di Indonesia. Misalnya seperti itu. Namun hal tersebut harus juga didukung oleh sistem perubahan social yang baik in a whole aspects, dari segi tatanan ekonomi, persebaran penduduk, hingga meratanya pembangunan di Indonesia. Salah satu upaya yang sedang dilakukan adalah program KB yang mencanangkan dua anak lebih baik. Tidak hanya berdampak pada meningkatnya kesejahteraan karena beban tanggungan yang tidak banyak pada satu keluarga, tapi juga berdampak pada sector lain seperti kesehatan, kualitas pendidikan dan produktivitas pada masing masing individu. Program KB in memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa memiliki dua anak secara terencana, berarti ikut berpartisipasi dalam program pengentasan kemiskinan, karena biaya tanggungan hanya untuk dua orang anak, terkontrol, sehingga dapat ikut dalam proses pembangunan karena pendidikan terfokus berkualitas untuk dua orang anak saja, maka pendidikan pun kualitasnya menjadi baik.
Indonesia harus berani bermain di sector global. Di tahun 2013, asean mulai menerapkan pasar bebas ke seluruh Negara  yang ada di asean. Hal ini juga dapat menjadi kesempatan yang baik untuk indonesia dalam memajukan sector industri baik pangan, fashion, maupun sector lainnya yang dapat memberikan mobilitas maksimum untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan. Di tahun 2011 dan 2012 fashion menopang lebih dari 50% pendapatan di industry usaha kreatif menengah Indonesia. Hal tersebut sangat berpotensi dalam membuka gerbang kepada Indonesia untuk bermain di sector global, dan membuka peluang dalam mengembangkan sistem pertanian agribisnis yang visioner dan efisien.


Daftar Pustaka
Dick, Howard. “Industrialisasi Abad ke-19: Sebuah Kesempatan yang Hilang” dalam Thomas J Linblad, Sejarah Ekonomi Modern Indonesia: Berbagai Tantangan Baru. Jakarta: LP3ES, 2000.
  -----------------, Surabaya, City of Work : A Socioeconomic History 1900-2000. Ohio: Ohio University Press, 2002.
Rostow, Walt W, The Stages of Economic Growth dalam Economic History Review, New Series, Vol. 12, No. 1 (1959), pp. 1-16, Cabridge: Blackwell Publishing


Tidak ada komentar:

Posting Komentar